4.1. Pengertian cinta kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, cinta
adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) saying (kepada), ataupun (rasa)
sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya
perasaan saying atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian
arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehinga kata kasih memperkuat rasa
cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka kepada
seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasih.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hamper bersamaan, namun terdapat perbedaan
juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa,
sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain bersumber dari cinta yang
mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta
merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan
pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan manusiawi yang
akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dengan Tuhannya
sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintah-Nya, dan
berpegang teguh pada syariat-Nya.
Dalam bukunya seni mencinta, Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu
terutama memberi, bukan menerima. Dan memberi merupakan ungkapan yang paling
tinggi dari kemampuan. Yang paling penting dalam memberi ialah hal-hal yang
sifatnya manusiawi, bukan materi. Cinta selalu menyatakan unsur-unsur dasar
tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan. Pada
pengasuhan contoh yang paling menonjol adalah cinta seorang ibu pada anaknya;
bagaimana seorang ibu dengan rasa cinta kasihnya mengasuh anaknya dengan
sepenuh hati. Sedang dengan tanggung jawab dalam arti benar adalah sesuatu
tindakan yang sama sekali suka rela yang dalam kasus ibu dan anak bayinya
menunjukkan penyelenggaraan atas hubungan fisik. Unsur yang ketiga adalah
perhatian diri sebagaimana adanya. Yag ke empat adalah pengenalan yang
merupakan keinginan untuk mengetahui rahasia manusia. Dengan ke empat unsur
tersebut, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan, suatu
cinta dapat dibina secara lebih baik.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W.Sarwono.
Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman, dan
kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan padalah adanya perasaan untuk hanya
bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain
kecuali dengan dia. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya
kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan
dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu,
saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan
sebagainya. Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa rasa risi, pinjam
meminjam baju, saling memakai uang tanpa merasa berhutang, tidak saling
menyimpan rahasia dan lain-lainnya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu
adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalu jauh atau lama tidak
bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa saying, dan seterusnya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut yang menunjukkan segitiga cinta.
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwona mengemukakan, bahwatidak semua unsur
cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada ketereikatannya sangat kuat, tetapi
keintiman atau kemesraan kurang. Cinta seperti itu mengandung kesetiataan yang
amat kuat, kecemburaannya besar, tetapi dirasakan oleh pasangannya sebagai
dingin atau hambar, karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau
keintiman. Misalnya cinta sahabat karib atau saudara kandung yang penuh dengan
keakraban, tetapi tidak ada gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan
masih lebih setia kepada hal-hal lain dari pada partnernya.
Cinta juga dapat diwarnai dengan kemesraan yang sangat menggejolak, tetapi
unsur keintiman dan keterikatannya yang kurang. Cinta seperti itu dinamakan
cinta yang pincang.
Selain pengertian yang dikemukakan oleh sarlito, lain halnya pengertian
cinta yang dikemukakan oleh Dr, Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya manajemen
cinta. Cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang
untuk mencintai kekasihnya penuh gairah, lembut, dan kasih saying. Cinta adalah
fitrah manusia yang murni, yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupannya. Ia
selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya dengan cara terhormat dan
mulia, suci dan penuh taqwa, tentu ia akan mepergunakan cinta itu untuk
mencapai keinginannya yang suci dan mulia pula.
Di dalam kitab suci Alquran, ditemukan adanya fenomena cinta yang
bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan :
tinggi, menengah dan rendah. Tingkatan cinta tersebut di atas adalah
berdasarkan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai
berikut :
Katakanlah : jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalanNya, maka tunggulah
sampai Allah mendantangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan berjihad
di jalan Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak,
saudara, istri/suami dan kerabat harta dan tempat tinggal.
Hakekat cinta menengah adalah suatu energy yang datang dari perasaan hati
dan jiwa. Ia timbul dari perasaan seseorang yang dicintainya, aqidah, keluarga,
kekerabatan, atau persahabatan. Karenanya hubungan cinta, kasih sayang dan
kesetiaan diantara mereka, semakin akrab.
Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh cinta menengah ini Nampak jelas
hasilnya. Jika bukan disebabkan perasaan kasih sayang yang ditanamkan oleh
Tuhan dalam hati, sepasang suami istri, tentu tidak akan terbentuk suatu
keluarga, tak akan ada keturunan, tak akan terwujud asuhan, bimbingan dan
pendidikan terhadap anak. Cinta tingkat terendah adalah cinta yang paling keji,
hina dan merusak rasa kemanusiaan. Karena itu adalah cinta rendahan. Bentuknya
beraneka ragam misalnya :
1.
Cinta kepada thagut. Thagut adalah syetan, atau seseuatu yang disembah
selain Tuhan. Dalam surat Al-Baqarah, Allah berfirman : dan diantara manusia,
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan Allah; mereka mencintainya
sebagaiman mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah,
2.
Cinta berdasarkan hawa nafsu
3.
Cinta yang lebih mengutamakan kecintaan pada orang tua, anak, istri,
perniagaan dan tempat tinggal.
Hikmah cinta adalah sangat besar. Hanya orang yang telah diberi kefahaman
dan kecerdasan oleh Allah sajalah yang mampu merenungkannya. Diantara
hikmah-hikmah tersebut adalah :
1.
Sesungguhnya cinta itu adalah merupakan ujian yang paling berat dan pahit
dalam kehidupan manusia. Karena setiap cinta akan mengalami bernbagai macam
rintangan. Apakah seseorang akan menempuh cintanya dengan cara terhormat dan
mulia? Ataukah ia akan meraihnya dengan cara yang rendah dan hina? Apakah ia
akan berjual mahal dengan cintanya, atau biasa-biasa saja? Apakah ia
benar-benar tertarik dengan kekasihnya, ataukah sekedar main-main saja?
Semuanya dapat diketahui setelah ia mendapatkan rintangan dalam perjalanannya.
2.
Bahwa fenomena cinta yang telah melekat di dalam jiwa manusia merupakan
pendorong dan pembangkit yang paling besar di dalam melestarikan kehidupan
lingkungan. Kalau bukan karena cinta, tentu manusia tidak akan pernah terdorong
gairah hidupnya untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. Pendek kata kalau
bukan karena fenomena cinta, tak akan pernah ada gerakan, kreasi dan apresiasi
di dunia ini. Juga tak akan pernah ada pembangunan dan kemajuan.
3.
Bahwa fenomena cinta merupakan faktor utama di dalam kelanjutan hidup
manusia, dalam kenal-mengenal antar mereka. Juga untuk saling memanfaatkan
kemajuan bangsa. Ia merupakan modal utama di dalam mengenal berbagai macam ilmu
pengetahuan yang tersimpan di dalam keindahan alam, kehidupan dan kemanusiaan.
4.
Fenomena cinta, jika diperhatikan merupakan pengikat yang paling kuat di
dalam hubungan antar anggota keluarga, kerukunan bermasyarakat, mengasihi
sesame mahluk hidup, menegakkan keamanan, ketentraman, dan keselamatan di
segala penjuru bumi. Cinta merupakan benih dari segala kasih dan sayang, dan segala
bentuk persahabatan, dimanapun adanya.
4.2. Cinta menurut ajaran agama
Ada yang berpendapat bahwa etika cinta dapat dipahami dengan mudah tanpa
dikaitkan dengan agama. Tetapi dalam kenyataan hidup manusia masih mendambakan
tegaknya cinta dalam kehidupan ini. Di satu pihak, cinta didengungkan lewat
lagu dan organisasi perdamaian dunia, tetapi pihak lain dalam praktek kehidupan
cinta sebagai dasar kehidupan jauh dari kenyataan. Atas dasar ini, agama
memberikan ajaran cinta kepada manusia.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam berbagai bentuk.
Kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri. Kadang-kadang mencintai
orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya, atau Allah dan Rasul-Nya.
Berbagai bentuk cinta ini biasa kita dapatkan dalam kitab suci Al-Qur’an.
Cinta diri
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang
untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri.
Pun ia mencintai segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan pada dirinya.
Sebaliknya ia membenci segala sesuatu yang menghalanginya untuk hidup hidup,
berkembang dan mengaktualisasikan diri. Ia juga membenci segala sesuatu yang
mendatangkan rasa sakit, penyakit dan mara bahaya. Al-Qur’an telah
mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri, dan menghindari
dari segala sesuatu yang membahayakan keselamatan dirinya, melauli ucapan Nabi
Muhammad SAW, bahwa seandainya beliau mengetahui hal-hal gaib, tentu beliau
akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi dirinya dan menjauhkan dirinya dari
segala keburukan.
Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri
ialah kecintaannya yang sangat terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua
keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan dan
kemewahan hidup (QS, Al-Adiyat, 100:8).
Diantara gejala lain yang menunjukkan kecintaan manusia pada dirinya
sendiri ialah permohonannya uang terus menerus agar dikaruniai harta,
kesehatanm dan berbagai kebaikan dan hidup lainnya. Dan apabila ia tertimpa
bencana, keburukan, atau kemiskinan, ia merasa putus asa dan mengira ia akan
bias meperoleh karunia lagi(QS, Fushilat, 41:49)
Namun hendaknya cinta manusia pada dirinya tidaklah terlalu
berlebih-lebihan dan melewati batas. Sepatutnya cinta pada diri sendiri ini
diimbangi dengan cinta pada orang lain dan cinta berbuat kebajikan kepada
mereka.
Cinta kepada sesama manusia
Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan
manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi cintanya pada diri
sendiri dan egoismenya. Pun hendaknya ia menyeimbangkan cintanya itu dengan
cinta dan kasih sayang pada orang-orang lain, bekerja sama dengan dan memberi
bantuan kepada orang lain. Oleh karena itu, Allah ketika memberi isyarat tentang
kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesahnya
apabila ia tertimpa kesusahan dan usahanya yang terus-menerus untuk memperoleh
kebaikan serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang
diperolehnya. Setelah itu Allah langsung memberi pujuan kepada orang-orang yang
berusaha untuk tidak berlebih-lebihan dalam cintanya kepada diri sendiri dan
melepaskan diri dari gejala-gejala itu adalah dengan melalui iman, menegakkan
shalat, memberikan zakat, bersedekah kepada orang-orang miskin dan tak punya,
dan menjauhi segala larangan Allah. Keimanan yang demikian ini akan bias
menyeimbangkan antara cintanya kepada diri sendiri dan cintanya kepada orang
lain, dan dengan demikian akan bias merealisasikan kebaikan individu dan masyarakat.
Cinta seksual
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja
dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerjasama antara suami dan
istri. Ia merupakan factor yang primer bagi kelangsungan hidup keluarga :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi yang berpikir(QS,
Ar-Rum, 30:21)
Dorongan seksual melakukan fungsi penting, yaitu melahirkan keturunan demi
kelangsungan jenis. Lewat dorongan seksualah terbentuknya keluarga. Dari
keluarga terbentuk masyarakat dan bangsa. Dengan demikian bumi pun menjadi
ramai, bangsa-bangsa saling kenal mengenal, kebudayaan berkembang, dan ilmu
pengetahuan dan industry menjadi maju. Islam mengakui dorongan seksual dan
tidak mengingkarinya. Jelas dengan sendirinya ia mengakui pula cinta seksual
yang mennyertai dorongan tersebut. Sebab ia merupakan emosi alamiah dalam diri
manusia yang diingkari, tidak ditentang ataupun ditekannya. Yang diserukan
Islam hanyalah pengendalian dan penguasaan cinta ini lewat pemenuhan dorongan
tersebut dengan cara yang sah, yaitu dengan perkawinan.
Cinta kebapakan
Mengingat bahwa antara ayah dan anal-anaknya tidak terjalin oleh
ikatan-ikatan fisiologis seperti yang menghubungkan si ibu dengan anak-anaknya,
maka para ahli ilmu jiwa modern berpendapat bahwa dorongan kebapakan bukanlah
dorongan fisiologis seperti halnya dorongan keibuan, melainkan dorongan psikis.
Dorongan ini Nampak jelas dalam cinta bapak kepada anak-anaknya, karena mereka
sumber kesenangan dan kegembiraan baginya, sumber kekuatan dan kebanggaan, dan
merupakan factor penting bagi kelangsungan peran bapak dan kehidupan dan tetap
terkenangnya dia setelah meninggal dunia. Ini terlihat kelas dalam do’a Nabi
Zakaria As, yang memohon pada Allah semoga ia dikarunia seorang anak yang akan
mewarisinya dan mewarisi keluarga Ya’qub :
“Ia berkata : Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku
telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalm berdo’a kepada Engkau, ya
Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang
istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau
seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi keluarga Ya’qub; dan
jadikanlah ia, ya Tuhanku, seseorang yang diridhai (QS, Maryam, 19:4-6)
Cinta kebapakan dalam Al-Qur’an diisyratkan dalam kisah Nabi Nuh As. Betapa
cintanya ia kepada anaknya, tampak jelas ketika ia memanggilnya dengan rasa
penuh cinta, kasih sayang, dan belas kasihan untuk naik ke perahu agar tidak
tenggelam ditelan ombak.
Cinta kepada Allah
Puncak cinta manusia, yang paling bening, jernih dan spiritual ialah
cintanya kepada Allah dan kerinduaanya kepada-Nya. Tidak hanya dalam shalat,
pujian, dan doanya saja, tetapi juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya.
Semua tingkah laku dan tindakannya ditunjukkan kepada Allah, mengharapkan
penerimaan dan ridha-Nya :
“Katakanlah : Jika kamu(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha pengampun lagi Maha
penyanyang” (QS, Ali Imran, 3:31)
Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan membuat cinta itu
menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupannya dan
menundukan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga akan membuatnya
menjadi seorang yang cinta pada sesame manusia, hewan, semua mahluk Allah dan
seluruh alam semesta. Sebab dalam pandagannya semua wujud yang ada di
sekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan
kerinduan-lerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.
Cinta kepada Rasul
Cinta kepada Rasul, yang diutus Allah sebagai rahma bagi seluruh alam
semesta, menduduki peringkat ke dua setelah cinta kepada Allah. Ini karena
Rasul merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral,
maupun berbagai sifat luhur lainnya. Seorang mukmin yang benar-benar beriman
dengan sepenuh hati akan mencintai Rasullah yang telah menanggung derita dakwah
Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di
seluruh penjuru dunia, dan membawa kemanusiaan dari kekelaman kesesaran menuju
cahaya petunjuk.
4.3. Kasih sayang
Pengertian kasih
sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W. J. S. Porwadarminta
adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang.
Kasih sayang merupakan dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara
anak dan orangtua pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagai hasil
curahan kasih sayang orangtuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak
boleh lepas dari kasih sayang dan perhatian orangtua. Suatu hubungan yang
harmonis akan terjadi secara timbal balik antara orangtua dan anak. Adanya
kasih sayang mempengaruhi kehidupan si anak dalam masyarakat. Orangtua dalam
memberikan kasih sayangnya bermacam-macam. Demikian pula sebaliknya, dari cara
pemberian cinta kasih ini dapat dibedakan:
Orang tua bersifat
aktif, si anak bersifat pasif
Orang tua bersifat
pasif, si anak bersifat aktif
Orang tua bersifat
pasif, si anak bersifat pasif
Orang tua bersifat
aktif, si anak bersifat aktif
4.4. Kemesraan
Kemesraan berasal dari
kata dasar mesra, yang artinya perasaan simpati yang akrab. Kemesraan ialah
hubungan yang akrab baik antara pria dan wanita yang sedang dimabuk asmara
maupun yang sudah berumah tangga. Kemesraan pada dasarnya merupakan perwujudan
kasih sayang yang mendalam. Filusuf Rusia dalam bukunya makna kasih mengatakan
“jika seorang pemuda jatuh cinta pada seorang gadis secara serius, ia terlempar
keluar dari cinta diri, Ia mulai hidup untuk orang lain”.
Kemesraan adalah
perwujudan cinta. Gereja, di candi bahkan ditempat-tempat yang dianggap keramat
merupakan perwujudan dari pemujaan kepada Tuhan atau yang dianggap Tuhan.
Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan
Tuhannya, hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya, mohon
perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukan jalan yang
benar, mohon ditambahkan segala kekurangan yang ada padanya, dllnya.
Bila setiap hari
sekian kali manusia manusia memuja kebesaranya dan selalu dan selalu mohon apa
yang kita inginkan, dan Tuhan selalu mengabulkan permintaan umat-Nya, maka
wajarlah cinta manusia kepada Tuhan adalah cinta mutlak. Cinta yang tak dapat
ditawar-tawar lagi, alangkah besar dosa kita, apabila kita tidak mencintai-Nya,
meskipun hanya sekejap.
4.5. Pemujaan
Pemujaan adalah salah
satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk
komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada Tuhan adalah inti,
nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya. Cinta yang ikhlas seorang manusia
kepada Tuhan akan membuat cinta itu menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkan
dalam kehidupannya dan menundukan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta inipun
juga akan membuatnya menjadi seorang yang cinta kepada sesama manusia, hewan,
semua makhluk Tuhan dan seluruh alam semesta sebab dalam pandangannya semua
wujud yang ada di sekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang
membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kabulnya.
4.6. Belas Kasihan
Dalam surat Yohanes
(Kitab Suci Nasrani/Kristen) dijelaskan ada tiga macam cinta, Cinta agape ialah
cinta manusia kepada Tuhan. Cinta Philia ialah cinta kepada ibu bapak (orang
tua) dan saudara, dan ketiga cinta Amor/ Eros ialah cinta antara pria dan
wanita. Beda antara cinta eros dan amor ini ialah cinta eros karena kodrati
sebagai laki-laki dan perempuan, sedangkan cinta amor karena unsur-unsur yang
sulit dinalar, misalnya gadis normal yang cantik mencintai dan mau dinikahi
seorang pemuda yang kerdil.
Disamping itu masih
ada cinta lagi yaitu cinta terhadap sesama. Cinta terhadap sesama merupakan
perpaduan antara cinta agape dan cinta philia. Cinta sesama ini diberikan
istilah belas kasihan, untuk membedakan antara cinta kepada orang tua, pria
wanita dan cinta kepada Tuhan.
Dalam cinta sesama ini
dipergunakan istilah belas kasih, karena cinta disini bukan karena cakapnya,
kayanya, cantiknya, pandainya, melainkan karena penderitaanya. Penderitaan ini
mengandung arti luas. Mungkin tua, sakit-sakitan, yatim piatu, penyakit yang
dideritanya,dan sebagainya. Perbuatan atau sifat menaruh belas kasihan adalah
orang yang berakhlak, manusia mempunyai potensi untuk berbelas kasihan.
Masalahnya sanggupkah ia menggugah potensi belas kasihnya itu. Bila orang itu
tergugah hatinya maka berarti orang berbudi dan terpujilah oleh Allah.
4.7. cinta kasih erotis
Cinta kasih
kesaudaraan merupakan cinta kasih antara orang-orang yang sama-sama sebanding,
sedangkan cinta kasih ibu merupakan cinta kasih terhadap orang-orang yang lemah
tanpa daya. Walaupun terdapat perbedaan besar antara kedua jenis tersebut,
Kedua-duanya mempunyai kesamaan bahwa pada hakekatnya cinta kasih tidak
terbatas kepada seseorang saja. Berlawan dengan kedua jenis cinta kasih
tersebut ialah cinta kasih erotis, yaitu kehausan akan penyatuan akan penyatuan
yang sempurna, akan penyatuan dengan seseorang. Pada hakekatnya cinta kasih
tersebut bersifat ekslusif, bukan universal, dan juga barangkali merupakan
bentuk cinta kasih yang paling tidak dapat dipercaya.
Pertama-tama cinta
kasih erotis kerap kali dicampur baurkan dengan pengalaman yang eksplosif
berupa jatuh cinta, tetapi seperti yang telah dikatakan terlebih dahulu,
pengalaman intimitas, kemesraan yang tiba-tiba ini pada hakekatnya hanyalah
sementara saja. Bilamana orang asing tadi telah menjadi seseorang yang
diketahui secara intim, tak ada lagi rintangan yang harus diatasi, tidak lagi
kemesraan tiba-tiba yang harus diperjuangkan pribadi yang dicintai telah
dipahami orang seperti dirinya sendiri.
Dengan demikian maka,
baik pandangan bahwa cinta kasih erotis merupakan atraksi individual belaka
maupun pandangan bahwa cinta kasih erotis itu tidak lain dari pada perbuatan,
kemauan kedua-duanya, atau lebih tepat jika dikatakan bahwa tidak terdapat pada
yang lain satu, juga tidak pada yang lain. Oleh karena itu, gagasan bahwa
hubungan pernikahan mudah saja diputuskan apabila orang tidak sukses
didalamnya, merupakan gagasan yang sama sekali keliru dengan gagasan bahwa
hubungan semacam itu, didalam keadaan bagaimanapun, tidak boleh
diputuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar