Jumat, 30 Maret 2012

sebab-sebab demo itu terjadi...
menurut pendapat saya...
1. harga BBM mau di naikkan
2. sebelum BBM di naikkan harga barang pokok sudah naik, apa lagi kalau BBM jadi di naikkan??? harga   barang pokok akan menjadi tambah mahal
3. blakangan-blakangan ini, DPR membuat sensasi, misalnya :

  • membuat toilet yang super mahal
  • membuat ruang rapat DPR
  • membuat kalender
kalau di hitung-hitung dengan benar tidak sampai habis ber MM (Miliar)
lebihnya uang itu kemana??? yang pasti di makan SILUMAN-SILUMAN yang berada di DPR, bukan untuk rakyat-rakyat kecil yang tidak mampu...

Orang-orang yang berada di DPR, hanya memikirkan dirinya sendiri, tidak memikirkan rakyat banyak yang kesusahan.

PENYELESAIAN MASALAH
1. Pilih pemimpin yang jujur, prorakyat, adil dalam membuat keputusan
2. Anggota-anggota DPR jangan egois, jangan memikirkan diri sendiri, pikirakan rakyat yang susah

PERILAKU ORGANISASI.

ORGANISASI
Organisasi adalah sekelompok individu yang berinteraksi satu dengan yang lainnya yang memiliki tujuan yang sama untuk kepentingan bersama.
Contoh organisasi misalnya OSIS dalam sebuah organisasi memiliki struktur seperti ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara dan lainnya. Dalam organisasi harus ada perencanaan, adanya tujuan dan pengaasan.

Syarat dalam organisasi yaitu :
·         Adanya struktur organisasi seperti, ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara dan masih banyak lainnya.
·         Komunikasi yang baik akan menjaga kerharmonisan suatu organisasi
·         Pembagian kerja setiap anggotanya

Organisasi dibagi menjadi dua, yaitu :

1.       Organisasi Formal
Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya.
2.       Organisasi Informal
Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak sd, kemping ke gunung pangrango rame-rame dengan teman, dan lain-lain.

PERILAKU INDIVIDU
Perilaku individu adalah interaksi individu dengan lingkungannya. Setiap individu memiliki kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan,kebutuhan, dan pengalaman yang berbeda-beda itu yng membuat istimewa tiap individunya.u suatu tekanan atau ketegangan seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi orang itu.
Setiap individu bias merasakan stress yait

Dasar-dasar Perilaku Individu:

1.       Karakteristik Biografis yaitu usia, gender, satus, jenis kelamin
2.       Kemampuan, setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kemampuan dibagi menjadi 4 yaitu :
·         Kemampuan intelektual, yaitu kecerdasan,kecepatan, penalaran
·         Kemampuan fisik, yaitu lebih menitik beratkan kepada kekuatan fisik dibandingkan keterampilan
·         Kepribadian, sifat umum seseorang
·         Pembelajaran, memperbaiki prilaku berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah

INTERPERSONAL

Komunikasi interpersonal adalah
proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau
biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.

Fungsi Komunikasi interpersonal sebagai berikut:

1.        Untuk mendapatkan respon/ umpan balik.
2.        Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik.
3.        Untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial, yaitu kita dapat melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi.


PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI


Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkanm karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku,  pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain.
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia  adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1.Penekanan.
Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai  suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan  memperkuat respon perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan system personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan. Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli  lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku. Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.
3.Proses.
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut. Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang. Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.

4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku.
Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan  masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya. Menurut pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relative penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relative dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.

5. Tingkat dari Kesadaran.
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam  Kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan sangat penting. Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.

6.Data
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi. Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik  proyektif, dan hipnotis


My Blog Interpersonal Live

September 28, 2011
Setiap orang memiliki style listening yang berbeda,
coba anda tentukan sendiri termasuk yang manakah style listening anda.
Berikut beberapa Styles of Listening:
  1. Empathic and Objective
  2. Surface and Depth
  3. Nonjudgmental and Critical
  4. Active and Inactive
Di dunia ini orang lebih mudah mendengarkan daripada berbicara,
karena banyak orang yang menjadi pendengar yang baik daripada pembicara yang baik.



Jumat, 16 Maret 2012

MAKALAH
HUKUM PAJAK
HUKUM PAJAK INTERNASIONAL 
 KATA PENGANTAR
Ass. Atas Allah SWT saya bisa menyelesaikan Makalah ini. 
  1First PagePrevious PageNext PageSections not availableAuto-hide: onPENDAHULUAN 
Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional. Pergaulan antar negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur. Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut “hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect, droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari istilah Romawi: ius gentium. Modernisasi nama itu membawa pula perubahan dalam artinya, yang kemudian hanya ditunjukkan kepada himpunan peraturan-peraturan yang bersangkutan saja; dengan perkataan lain lambat laun berubahlah tugasnya, sehingga dapatlah kini dikatakan bahwa hukum antar negara adalah hukum yang mengatur pergaulan internasional. Dalam pada ini tidaklah dapat dibantah-bantah lagi, bahwa kepentingan bersama dari semua negara seperti perdamaian, keamanan, keadilan, kemakmuran, cooperation dan sebagainya, menghendaki dengan mutlak adanya sopan santun dalam pergaulan antar negara yang merupakan peraturan-peraturan hukum. Demikian pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.
            PEMBAHASAN 
A.        Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
1.        Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2.        Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3.        Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak nasional akan diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
B.     Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan sebagai spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.

C.    Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional
Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya “Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
1.        Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.
2.        Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun multilateral.
3.        Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
1.        Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara
2.        Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.
3.        Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:
a.       Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.
b.      Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c.       Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing. 
D.    Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:
1.        Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi karena:
a.       Domisili rangkap
b.      Kewarganegaraan rangkap
c.       Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
2.        Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3.        Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold wide incom, sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.

E.     Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1.        Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.
2.        Cara Bilateral atau Multilateral
Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.

F.     Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional
Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya dengan beberapa macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari negara-negara yang mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.
Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian pajak berganda secara singkat adalah sebagai berikut:
1.        Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.
2.        Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
3.        Sengketa internasional.
4.        arti tempa kediaman fiskal.

G.    Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan
Bagaimana kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia dengan negara lain? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian perpajakan antar negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu saja akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.
KESIMPULAN
Hukum Pajak Internasional merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai subjek maupun objeknya. Dan para ahli hukum pajak juga banyak memberikan definisi tentang hukum pajak internasional salah satunya yaitu; Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak menulis buku tentang perpajakan.
Kemudian sumber-sumber hukum pajak internasional terdiri dari:
1.      Hukum Pajak Nasional.
2.      Traktat
3.      Keputusan Hakim Nasional.
Dan kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh, kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.
PENUTUPAN 
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala bimbingan dan rahmatnya selama penulis menyusun karya tulis ini.